Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar pepatah “mulutmu harimaumu,” sebuah pengingat betapa ucapan bisa menjadi bumerang yang menyakitkan bagi diri sendiri dan orang lain. Lisan, yang sekilas tampak sederhana, memiliki kekuatan luar biasa. Ia bisa menjadi sumber kebaikan, atau sebaliknya, menjadi alat penghancur jika tak digunakan dengan bijak. Sehingga menjaga lisan sangat penting sekali untuk kita kelola.
Dalam kajiannya, Ustadz Farid Nu’man menyoroti beberapa bentuk tergelincirnya lisan yang seringkali luput dari perhatian kita. Beliau menjelaskan bagaimana lisan dapat menyakiti, menyesatkan, bahkan membela kebatilan. Artikel ini akan mengupas lebih dalam lima bentuk tergelincirnya lisan yang harus diwaspadai.
1. Ucapan Tanpa Adab: Mencela dan Merendahkan Orang Lain
Salah satu bentuk tergelincirnya lisan yang paling umum adalah mengeluarkan ucapan tanpa adab. Ini termasuk mencela, mendamprat (roasting), atau menghina orang lain dengan tujuan merendahkan. Tindakan seperti ini bukan hanya melukai perasaan, tetapi juga dapat memicu kebencian, perpecahan, dan konflik.
Dalam Islam, menjaga adab dalam berbicara adalah hal yang sangat penting. Rasulullah SAW selalu mengajarkan untuk berbicara dengan lemah lembut, penuh kasih, dan menghindari kata-kata yang menyakitkan. Menjaga lisan dari menghina orang lain bukan hanya tentang menjaga hubungan sosial, tetapi juga mencerminkan keimanan dan akhlak seseorang.
2. Berkata Tanpa Hujjah: Bohong, Gosip, dan Hoaks
Perkataan tanpa dasar atau hujjah seringkali menimbulkan fitnah dan kebohongan. Bohong, gosip, dan menyebarkan hoaks adalah contoh nyata bagaimana lisan bisa tergelincir tanpa kita sadari. Di era digital ini, menyebarkan informasi yang tidak benar semakin mudah dilakukan, namun dampaknya bisa sangat merusak.
Menyebarkan informasi tanpa memastikan kebenarannya adalah tindakan yang tidak hanya membahayakan orang lain, tetapi juga diri sendiri. Allah SWT sangat membenci dusta, dan Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
3. Ucapan yang Tidak Pantas: Menyembunyikan Kebenaran atau Berbicara Tidak Pada Tempatnya
Tergelincirnya lisan juga bisa terjadi ketika kita berkata-kata di luar konteks, berlebihan, atau menyembunyikan kebenaran. Kadang-kadang, dalam situasi tertentu, seseorang bisa tergoda untuk berbicara lebih banyak daripada yang seharusnya, atau malah memilih diam ketika seharusnya berbicara untuk menyuarakan kebenaran.
Sangat penting untuk memahami bahwa ada waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara. Salah satu bentuk kedewasaan dalam berkomunikasi adalah mengetahui kapan harus diam dan kapan harus berbicara. Sebuah hadis Rasulullah SAW menyebutkan, “Barangsiapa yang menjaga lisannya, maka Allah akan menutupi kesalahannya.”
Baca Juga: Bagaimana berinteraksi dengan al Qur’an
4. Diam Saat Harus Menyampaikan Kebenaran
Kebisuan bisa menjadi bentuk lain dari tergelincirnya lisan. Ketika seseorang memilih diam dalam situasi di mana ia seharusnya menyuarakan kebenaran, ini bisa menjadi kesalahan besar. Diam saat melihat ketidakadilan, kebatilan, atau kedzaliman adalah bentuk lain dari kesalahan dalam penggunaan lisan.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT sering mengingatkan kita untuk menyampaikan kebenaran, meski kadang itu terasa berat atau tidak populer. Menyuarakan kebenaran adalah bagian dari tanggung jawab moral setiap Muslim.
5. Membela Orang-Orang Zalim
Salah satu tergelincirnya lisan yang paling berbahaya adalah ketika seseorang menggunakan ucapannya untuk membela orang-orang zalim. Membela kezaliman, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat memperkuat ketidakadilan di masyarakat.
Dalam Islam, keadilan adalah pilar utama kehidupan. Membela yang salah sama dengan meruntuhkan pilar tersebut. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar lisan kita tidak menjadi alat pembenaran bagi tindakan-tindakan yang merugikan orang lain.
Kesimpulan: Bijak dalam Menggunakan Lisan
Lisan adalah anugerah dari Allah SWT yang harus kita jaga dengan penuh tanggung jawab. Sebuah perkataan yang baik dapat mendatangkan rahmat, tetapi ucapan yang salah dapat membawa bencana. Ustadz Farid Nu’man mengingatkan kita untuk selalu introspeksi diri dan berhati-hati dalam berkata-kata, agar kita terhindar dari tergelincirnya lisan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Menjaga lisan bukan hanya tentang menjaga hubungan dengan sesama manusia, tetapi juga bagian dari menjaga hubungan kita dengan Allah SWT. Semoga kita semua dapat terus belajar untuk menggunakan lisan dengan bijak, menyuarakan kebenaran, dan menjauhkan diri dari segala bentuk ucapan yang menyakiti.